Pelayanan Kesehatan Bagi Anak Dan Balita Penyandang Cacat

Pelayanan Kesehatan Bagi Anak Dan Balita Penyandang Cacat - Pelayanan kesehatan pada anak dan balita penyandang cacat dimulai dengan detek...

Pelayanan Kesehatan Bagi Anak Dan Balita Penyandang Cacat - Pelayanan kesehatan pada anak dan balita penyandang cacat dimulai dengan deteksi dini, pada anak-anak mendeteksinya saat penerimaan siswa baru di SLB, sekolah inklusi ataupun sekolah umum. Sedangkan pada balita, dapat dideteksi saat orang tua mendaftarkannya atau melaporkannya ke badan khusus pelayanan bagi orang cacat. Pelayanan kesehatan dilakukan sekali enam bulan. 

Pelayanan Kesehatan Bagi Anak Dan Balita Penyandang Cacat
Balita Penyandang Cacat

Untuk pelayanan kesehatan insidentil, sebaiknya dapat dilakukan sekali sebulan atau minimal sekali selama tiga bulan, dikarenakan anak atau balita penyandang cacat memiliki resiko lebih tinggi terkena penyakit dibanding dengan anak yang normal, serta dapat bertambah parah kecacatannya dan akan bergantung terus pada orang lain. Bila anak mengalami sakit saat di sekolah dan di luar jadwal kunjungan puskesmas, maka penanganan sederhana bisa dilakukan oleh guru UKS, dan bila tidak dapat diatasi dengan segera dirujuk ke puskesmas. Tentu saja penanganan yang akan dilakukan sesuai dengan tingkat keparahannya serta dilihat juga tanda-tanda dari setiap jenis kecacatan seperti di bawah ini:

1. Tuna Netra

Tingkat keparahan dari tuna netra yaitu buta total dan buta partial.

Buta partial merupakan gangguan penglihatan yang dapat menyebabkan seseorang tidak bisa menghitung jari atau finger counting yang berjarak 3 meter dengan koreksi yang sangat baik, dan yang paling banyak adalah kelainan pada refraksi.

Kelainan refraksi yang paling berat yaitu low vision dengan keluhan: sakit kepala, mata merah, sering menggosok mata, pusing dan mual, goyang terus, memiringkan kepala, memicingkan mata, benda yang akan dilihat selalu didekatkan dengan kepala, serta mata yang juling.

Penanganan:
  • Pemeriksaan mata
  • Pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan kartu E, pin hole dan snellen chart
  • Rujukan ke fasilitas kesehatan untuk mata yang lebih lengkap.
2. Tuna Rungu/Tuna Wicara

Pemeriksaan pendengaran dilakukan dengan cara Uji Penala dan Uji Berbisik. Peralatan yang akan digunakan terdiri dari: senter/lampu kepala, garpu tala, otoskop dan pembersih serumen. Tingkat keparahan tuna rungu dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Tuna rungu/tuna wicara ringan

Dapat mendengar kata-kata dan mengulanginya dengan suara diperkeras dengan jarak satu meter. Penanganannya: kontrol setiap 6 bulan

b. Tuna rungu/tuna wicara sedang

Kasusnya hampir sama seperti tuna rungu ringan, namun cara penanganannya dengan merujuk ke dokter spesialis THT.

c. Tuna rungu berat

Dapat mendengar kata-kata dari orang lain atau yang disampingkan kepadanya dengan cara berteriak di sisi telinga yang masih sehat. Penanganannya juga harus dirujuk ke dokter THT.

3. Tuna Wicara

Penyebab tuna wicara yang paling sering yaitu gangguan pendengaran yang tidak dapat terdeteksi sejak dini. Tanda khususnya berupa: memerhatikan bibir lawan bicara, susah mengikuti percakapan normal, suka menyendiri, nada bicara keras, dan sebagainya.

Penanganannya dengan memeriksakan telinga luarnya untuk memastikan jenis dan tingkatan gangguan pendengarannya.

Related

Tips Sehat Balita 3309193011201823030

Post a Comment

Post Video [video]youtube_or_vimeo_video_link[/video]
Post Img [img]your_image_link[/img]

emo-but-icon

Follow Us

Hot in week

Recent

Comments

Side Ads

Connect Us

item